Assalamualaikum.
Memiliki beberapa writerdeck, merupakan hal yang istimewa bagi penulis urban. Apalagi bagi penulis amatiran seperti saya, yang sering merasa cepat jenuh.
Dengan beberapa writerdeck, saya bisa membuang, atau minimal, mengurangi rasa jenuh yang hinggap ketika sedang menulis dengan cara, mengganti writerdeck yang sedang digunakan, dengan writerdeck lainnya yang memiliki model berbeda.
Namun, model menulis yang sering berganti ganti writerdeck seperti itu, apalagi dengan prilaku sistem operasi yang berbeda beda, menuntut saya harus memiliki metode singkronisasi yang handal agar semua writerdeck yang saya miliki, bisa menyimpan semua tulisan yang belum selesai, sehingga saya dapat melanjutkan, maupun menyelesaikan tulisan dengan writerdeck manapun.
Nah, untuk memenuhi kebutuhan ini, sebenarnya ada dua metode yang bisa digunakan tanpa tambahan biaya. Yaitu, dengan Syncthing atau dengan GitHub, dimana, masing-masing metode tersebut pastinya punya plus minus masing masing.
Syncthing merupakan metode yang cocok digunakan secara langsung dan offline. Karena metode kerjanya, adalah melakukan singkronisasi pada jaringan wifi yang sama, dan metode singkronisasinya, menuntut dua atau semua perangkat dalam kondisi menyala dan terhubung ke jaringan yang sama.
Syncthing bekerja dengan dua mode sekagus. Yaitu mode client dan server dimana ia bisa meminta dan melayani sekaligus secara realtime dan langsung dari perangkat ke perangkat. Tapi, entah karena saya yang kurang mahir dan kurang familiar dengan Syncthing, saya merasa cukup kesulitan saat menggunakannya dan sering gagal dalam operasinya. Lagipula, Syncthing mengharuskan minimal 2 perangkat menyala agar proses singkronisasi berjalan dengan baik, dan ini tentu tidak praktis untuk writerdeck yang saya gunakan karena salah satunya pasti dalam kondisi tidak aktif karena kehabisan baterai.
Sebagai informasi tambahan, Syncthing, telah menghentikan pengembangannya untuk platform Android, dan versi unofficialnya, telah ditangani oleh pengembang komunitas dan bisa ditemukan dalam repository F-Droid. Sementara untuk Linux, termasuk untuk arsitektur AARCH64 atau ARM64, hingga kini masih dikembangkan langsung secara resmi.
Sedangkan jika menggunakan GitHub, berkas draft bisa disimpan di server GitHub, namun untuk singkronisasi, writerdeck harus terhubung ke jaringan internet.
Untuk singkronisasi berkas draft dari GitHub ke writerdeck, saya tidak perlu menyalakan semua writerdeck yang saya miliki, tapi cukup menyalakan satu saja yang ingin digunakan, lalu melakukan singkronisasi manual ataupun otomatis yang dapat diatur sesuai kebutuhan dan, menurut saya secara probadi, menggunakan GitHub sebagai penyimpan berkas draft ini jauh lebih efisien karena selain hanya perlu menyalakan satu writerdeck untuk singkronisasi, pengaturan untuk singkronisasi otomatis di berbagai sistem operasi juga lebih mudah. Misalnya pada Android, saya biasanya menggunakan Git Sync yang dapat diatur otomatis singkronisasi ketika saya membuka dan menutup editor teks tertentu, atau, menggunakan crontab untuk singkronisasi berkala pada sistem operasi Linux.
Bahkan, selama writerdeck terhubung dengan internet, singkronisasi selalu dapat dilakukan, saya tidak perlu menyalakan beberapa writerdeck dan menghubungkan ke jaringan yang sama hanya untuk singkronisasi. Jadi, kegiatan tulis menulis lintas writerdeck menjadi lebih efisien dan cepat.
Oh benar, mengenai repositori di GitHub, tentu saja, berkas draft dapat disimpan dalam repositori privat, sehingga repositori, hanya dapat diakses oleh pemilik akun.
Kalian sendiri bagaimana? Apakah kalian menggunakan salah satu dari dua metode singkronisasi yang saya sebut diatas, atau, kalian menggunakan layanan singkronisasi cloud lainnya?
Wassalamualaikum .
Artikel ini ditulis menggunakan HaPlay GO Zero 3

0 Komentar